ANALISIS ARSITEKTUR DIGITAL: MEMBANGUN KOMPETENSI INTI DALAM MASYARAKAT INFORMASI
ANALISIS ARSITEKTUR DIGITAL: MEMBANGUN KOMPETENSI INTI DALAM MASYARAKAT INFORMASI
Oleh: Mochamad Fikri Ramadhan
Abstrak
Era kontemporer ditandai oleh pergeseran struktural menuju Masyarakat Informasi, sebuah entitas sosiologis yang berbasis pada penciptaan, distribusi, akses, dan penggunaan informasi secara bebas (Karvalics, 2007). Tujuan fundamental dari partisipasi dalam masyarakat ini adalah untuk memperoleh keuntungan kompetitif melalui pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), di mana informasi tidak hanya dapat didistribusikan secara cepat, tetapi juga dikumpulkan, disimpan, diarsipkan, dan diakses kapan pun dan di mana pun (Gudauskas, 2011). Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam mengenai fondasi Sistem Informasi (SI), konvergensi teknologi, serta serangkaian literasi kritis yang harus dikuasai oleh individu, mulai dari Melek Komputer hingga Literasi Digital.
1. Konsep Dasar dan Fondasi Sistem Informasi
Kerangka kerja Masyarakat Informasi berdiri di atas pemahaman hierarki antara data dan informasi, serta peran sentral Sistem Informasi.
1.1. Data dan Informasi sebagai Aset Strategis
Data didefinisikan sebagai material fakta dasar, seperti huruf, angka, simbol, atau suara (O’Brien & Marakas, 2008). Informasi, sebaliknya, adalah data yang telah diorganisasi sedemikian rupa sehingga memiliki makna dan nilai bagi pengguna tertentu (Loose, 1997; O’Brien & Marakas, 2008).
Dalam konteks organisasi, informasi merupakan sumber daya ekonomi kunci dan salah satu aset penting perusahaan yang sangat berharga (Drucker, 1992; Huang et al., 1999; Moody & Walsh, 1999). Keberhasilan individu maupun bisnis kini bergantung pada penguasaan dan pengendalian informasi (Fenner, 2002). Informasi dapat disajikan melalui berbagai medium, seperti teks, gambar, gambar bergerak, dan suara (Williams & Sawyer, 2010).
1.2. Fungsi dan Sumber Daya Sistem Informasi (SI)
Sistem Informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima masukan dan menghasilkan keluaran melalui proses transformasi yang teratur (O’Brien & Marakas, 2005).
SI melaksanakan lima aktivitas inti, yaitu:
Pemasukan (Input): Mengambil dan mengumpulkan sumber daya data mentah, termasuk perekaman data transaksi.
Pemrosesan (Processing): Mentransformasi data menjadi informasi melalui penghitungan, pembandingan, pengurutan, dan peringkasan.
Pengeluaran (Output): Menyampaikan produk informasi, yang dapat berupa pesan atau laporan multimedia, kepada pengguna akhir.
Penyimpanan (Storage): Memelihara sumber daya data secara terorganisir dalam basis data untuk penggunaan selanjutnya.
Pengendalian (Control): Mengawasi umpan balik dari keempat aktivitas lainnya untuk memastikan pemenuhan standar kinerja (O’Brien & Marakas, 2005).
Sumber daya utama yang membentuk SI meliputi manusia (pengguna akhir dan spesialis SI), perangkat keras, perangkat lunak, data, dan jaringan (network) (O’Brien & Marakas, 2005).
1.3. Konvergensi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
TIK diartikan sebagai konvergensi teknologi telekomunikasi (komunikasi) dan komputer (Bouwman et al., 2005; ITU, 2002). Konvergensi ini menciptakan dunia maya (cyberspace), yaitu dunia virtual yang dibentuk oleh komputer dan telekomunikasi (Williams & Sawyer, 2010). Individu yang terlibat dalam dunia maya berinteraksi dalam komunitas virtual di mana mereka mengejar tujuan dan minat bersama.
2. Demografi Digital dan Kompetensi Kritis
Partisipasi efektif dalam Masyarakat Informasi memerlukan penguasaan serangkaian kompetensi teknis dan informasi. Adanya lingkungan digital juga menciptakan perbedaan generasi dalam interaksi teknologi.
2.1. Pribumi Digital versus Imigran Digital
Kelompok Pribumi Digital (Digital Natives) atau Generasi Milenial adalah mereka yang tumbuh dalam lingkungan digital. Karakteristik utama mereka meliputi:
Selalu Daring (Always Online): Terhubung ke jaringan untuk mengakses informasi dan layanan (Williams & Sawyer, 2010).
Pembelajar Intuitif.
Berorientasi Multimedia: Cenderung menyukai teknologi yang menyajikan informasi dalam banyak medium (teks, gambar, suara).
Sangat Sosial Multitask. Mereka dapat merasa sendiri di ruang nyata bukan berarti sepi di dunia maya.
Meskipun sumber mencatat keberadaan Imigran Digital, fokusnya adalah pada karakteristik Pribumi Digital sebagai entitas yang secara fundamental terintegrasi dengan teknologi sejak dini.
2.2. Jenjang Literasi dalam Masyarakat Informasi
A. Melek Komputer (Computer Literacy)
Menjadi computer savvy berarti memahami kapabilitas dan keterbatasan komputer, mengetahui keuntungan dan kerugiannya, serta mengetahui kapan harus mengatasi masalah komputer sendiri dan kapan harus mencari bantuan (Williams & Sawyer, 2010).
B. Melek TIK (ICT Literacy)
Ini adalah kemampuan individu untuk menggunakan TIK yang diperlukan oleh kebanyakan pengguna umum (Acevedo, 2005). Pengembangan Melek TIK secara keseluruhan sangat penting, termasuk peningkatan jumlah personel terlatih di area lanjutan (ITU, 2002). Menguasai Melek TIK adalah prasyarat mutlak untuk mencapai Melek Informasi (Rab, 2007; Andretta, 2005).
C. Melek Informasi (Information Literacy)
Melek Informasi adalah kemampuan untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan, serta mengakses, menemukan, dan memprosesnya untuk menciptakan nilai dengan bantuan TIK (Andretta, 2005; Árpád, 2007). Kompetensi ini dicapai melalui lima level bertahap (Eisenberg & Berkowitz, 1990):
Menentukan Tugas dan Mengidentifikasi Informasi: Menentukan informasi yang diperlukan, mengapa informasi tersebut penting, dan dari mana informasi itu dapat dicari (dokumen cetak, dokumen digital, atau teman).
Strategi Menemukan Informasi: Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia dan menentukan kapan mencari dalam bentuk tercetak atau basis data daring.
Menggunakan Informasi: Mengenali informasi yang dicari, memutuskan kapan pencarian diakhiri, dan menilai nilai (kredibilitas, akurasi) informasi yang ditemukan.
Sintesis: Menganalisis dan bekerja dengan informasi untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman baru, serta menyajikan hasilnya.
Evaluasi: Level tertinggi, mencakup kemampuan menyimpan informasi dan memproses pengetahuan untuk penggunaan selanjutnya.
D. Literasi Digital (Digital Literacy)
Literasi Digital adalah sekumpulan kemampuan modern yang diperlukan untuk berinteraksi dengan konten dan jejaring digital (Wheeler, 2012). Elemen-elemen kuncinya meliputi:
Membuat, Membagikan, dan Menggunakan Kembali: Menciptakan berbagai jenis konten untuk audiens dan tujuan berbeda menggunakan beragam aplikasi, serta memastikan informasi tersebut mudah dicari, dibagikan, dan diadaptasi untuk berbagai keperluan.
Jejaring Sosial dan Transliterasi: Membangun kemampuan berjejaring yang efektif dan mampu menggunakan beragam platform dan perangkat yang berbeda untuk membuat dan membagikan konten.
Menyiarkan Sendiri dan Memilih Konten: Mampu menerbitkan ide dan konten secara independen, serta menggunakan mesin pencari (search engine) dan penjawab secara efisien.
Memelihara Privasi dan Mengelola Identitas: Memahami risiko daring dan membangun strategi keamanan, serta menggunakan identitas yang sesuai di berbagai jejaring sosial.
3. Dinamika Kolaborasi dan Jejaring Digital
Pemanfaatan TIK secara optimal dalam Masyarakat Informasi sangat bergantung pada teknologi kolaboratif dan jejaring sosial.
3.1. Web 2.0 dan Jejaring Sosial
Web 2.0 didefinisikan sebagai pergerakan menuju web yang lebih sosial, kolaboratif, interaktif, dan responsif (Nations, 2007, dalam Williams & Sawyer). Teknologi ini mendorong social web atau social media yang melibatkan interaksi manusia (Williams & Sawyer, 2010).
Beberapa alat kolaborasi digital yang penting meliputi:
Blog (Weblog): Situs web personal, terbuka untuk umum, di mana pembuatnya mengekspresikan opini atau memuat cerita, berita, dan tautan ke situs lain (Rainer & Cegielski, 2008). Total keseluruhan blog disebut blogosphere.
Wiki: Situs web kolaboratif di mana setiap orang dapat memublikasikan dan mengubah materi dengan mudah, sehingga memungkinkan kolaborasi yang cepat. Wiki (dari bahasa Hawaii untuk "cepat") sangat berguna untuk menyimpan dan berbagi pengetahuan korporat (Microsoft, 2011).
Really Simple Syndication (RSS): Memungkinkan pengguna menerima konten yang dispesifikasi secara otomatis dari situs web atau blog yang mereka tentukan (Williams & Sawyer, 2010).
Jejaring Sosial (Social Networking): Komunitas daring yang memungkinkan anggotanya melacak teman, berbagi foto, video, musik, dan ide (Williams & Sawyer, 2010). Contoh popular termasuk Facebook, MySpace, dan LinkedIn.
Crowdsourcing: Mengalihdayakan tugas kepada audiens internet yang besar untuk mendapatkan ide atau solusi bisnis, memanfaatkan wisdom of crowds.
Penggunaan jejaring sosial dan blog ini tidak hanya bersifat personal tetapi juga memiliki kegunaan bisnis yang signifikan, misalnya untuk mendapatkan umpan balik pelanggan dan memahami pasar (Williams & Sawyer, 2010).
4. Strategi Pembangunan Kapasitas dalam Masyarakat Informasi
Agar masyarakat dapat bertransisi dari buta informasi/TIK menjadi melek dan cerdas TIK, diperlukan kerangka kerja pembangunan kapasitas yang terstruktur (Acevedo, 2005).
4.1. Tahapan Pembangunan Kapasitas
Pembangunan kapasitas dilaksanakan melalui tiga tahapan utama:
Peningkatan Kesadaran: Tahap untuk memahami kebutuhan, masalah, dan harapan masyarakat, serta menentukan elemen informasi dan TIK yang sesuai. Ini juga membangun kesadaran akan peluang penggunaan teknologi.
Pemberian Keahlian Dasar TIK: Memberikan keahlian dasar TIK yang diperlukan oleh kebanyakan pengguna, seperti pembuatan konten dan penggunaan e-mail dari web.
Penciptaan Kapasitas: Setelah keahlian dasar TIK dikuasai, dilakukan pengawasan dan pendampingan periodik untuk memastikan individu menerapkan keahliannya dan mendapatkan keuntungan sebenarnya dari teknologi.
4.2. Peran Relawan TIK
Relawan TIK (Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi) didefinisikan sebagai individu atau satuan reaksi cepat yang dibentuk melalui proses edukasi, yang bekerja membangun Masyarakat Informasi Indonesia secara kolaboratif dan sukarela (Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2011). Relawan TIK menjalankan peran ganda, termasuk:
Penyedia Informasi (P1, P2): Mencari informasi proaktif dan memproduksi konten lokal dalam beragam format.
Pengembangan Sumber Daya Manusia (P3, P4): Menyelenggarakan pelatihan TIK dasar secara offline atau online bagi pengguna akhir dan relawan TIK lainnya.
Pengembangan Sumber Daya TIK (P5-P8): Mengidentifikasi kebutuhan informasi, membuat atau menyesuaikan perangkat lunak berbasis Free and Open Source Software, serta mengatasi permasalahan teknis seputar penggunaan perangkat TIK.
Kolaborasi (P9-P11): Meningkatkan keterlibatan online volunteers dalam kerja sama dan memfasilitasi partisipasi kelompok masyarakat terpinggirkan (Acevedo, 2005).
Daftar Pustaka
Andretta, S. (2005). Information literacy: a practitioner’s guide. Chandos Publishing, Oxford.
Árpád, L. J. (2007). Information Society – what is it excactly? (the meaning, history and conceptual framework of an expression).
Eisenberg, M., & Berkowitz, L. (1990). Information problem-solving. New Jersey: Ablex.
Karvalics L. Z. (2007). Information Society – what is it excactly?
Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2011). Relawan TIK Indonesia: bersama membangun masyarakat Indonesia informatif. Jakarta: Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika.
O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2005). Management Information System (Edisi Kedelapan). McGraw Hill.
Williams, B. K., & Sawyer, S. C. (2010). Using Information Technology. McGraw-Hill.



Komentar
Posting Komentar